Hemm kayaknya lagi musim nikah nih. Banyak undangan yang mampir kerumah, rasanya seneng sekaligus hening
Gelagat-gelagat teman yang sebentar lagi mau nikah itu bisa
kebaca. Gak pernah nongol di grup, tahu-tahu nyapa semua anak di sana. Gak ada
angin gak ada ujan, tiba-tiba nanya sibuk apa enggak dan minta ketemuan. Yah,
minimal minta alamat rumah lah buat kirim undangan.
Kamu pasti udah hafal.
Atau kamu juga kayak gitu? HAHAHA
Jaman sudah canggih jadi gak perlu nebak-nebak, dari
postingannya disosial media juga dengan gampang bikin kamu tahu kalau dia mau
nikah. Menyaksikan teman-teman dekatmu menikah satu per satu udah pasti bikin
kamu terinspirasi. Gak kayak kamu, mereka sudah punya pasangan berbagi janji
sehidup-semati. Hidup rasanya terus maju, gak terus-terusan begini.Tapi
pastinya akan bikin kamu galau dan gagal fokus. Di satu sisi kamu bahagia buat
mereka, di sisi lain kamu merasa kehilangan sekaligus harus menghadapi tekanan
orang yang menyuruh kamu cepat nyusul. Padahal, punya calon aja belum.
Kayak apa sih rasanya punya teman-teman dekat yang udah
nikah, sementara kamu masih sendiri?
Kayak gini nih...
Hening itu ketika
kondangan dan ditanya “Eh, kapan nyusul?”
‘kapan?’
‘kapan?’
‘kapan?’
Seakan pertanyaan ini terngiang-ngiang ditelinga. Paling gak
ngerti kalau orang-orang nanya yang satu ini. Iya sih, mungkin basa-basi… Tapi
terus mereka ngarep jawaban apaa? Kan udah tahu juga calonnya belum ada.
Niatnya apa sih? Nyesek lho.
“Kapan nikah? Yah kira-kira 3 jam 20 detik lagi…” *sambil
liat jam tangan*
“Kapan nikah? Yah kalo gak hari Sabtu ya hari Minggu.”
(jawaban standar)
Jika pertanyaan sudah
terlontar, apalagi yang diharap selain doa?
“Didoain aja deh ya…”
“Iya, doain aja cuy.”
“Minta doanya ya.”
Kamu minta doa terus, kayak anak baru sunat.
Pernyataan paling
horror ‘Mama minta cucu’
(Kemudian pusing, anemia, pingsan).
Besok dibuatin deh pakai tepung terigu.
Seenggaknya saat
mendapat undangan kamu bahagia karena mereka masih ingat kamu.
Walau sampai sekarang masih sendiri, kamu sebenarnya bisa
bahagia juga melihat teman-teman dekatmu satu per satu bertransformasi menjadi
suami atau istri. Rasanya haru dan gak menyangka karena baru beberapa tahun
sebelumnya kamu dan mereka hanyalah sekumpulan anak urakan yang hobinya makan,
karaoke, dan keluyuran.
Galau sih, tapi… Yah…
Gak segitunya juga… Eh…
Iya, punya temen deket yang satu per satu mulai naik ke
pelaminan itu meninggalkan aftertaste berupa kegalauan. Gak bisa dipungkiri.
Walau kamu senang melihat teman-temanmu satu per satu melangkah menuju
kehidupan baru, sedikit banyak ada rasa galau juga yang berkelebat di kepala.
“Duh, gue kapan ya?”
“Kalau dulu gue gak putus, mungkin malah udah duluan.
Mungkin dateng ke kondangan gak usah sendirian…”
Mau gak mau ada
sedikit rasa kehilangan. Gak seperti dulu, teman-temanmu gak lagi bisa
available setiap saat.
Memang benar sih, kamu tetap ada di dalam hidup barunya.
Sosokmu sebagai teman selama bertahun-tahun lamanya nggak mungkin
tergantikan.Tapi namanya juga salah satunya udah nikah, pasti fokus udah beda.
Walau masih teman, sedikit banyak kamu tetap merasa kehilangan. Dulu kamu dan
dia masih bisa sering kelayapan bareng. Sekarang, susah buat dia keluar malam
tanpa ijin suami/istri. Sudah diijinin pun pasti gak enakan kalau main-main
sampai pagi. Gak cuma itu, kamu sekarang gak lagi bisa asal main ke rumahnya.
Harus tanya dulu apa dia lagi sibuk, karena gak enak sama suaminya. Bukan
salahnya dia, bukan salah siapa-siapa. Cuma itu faktanya aja.
“Ditinggal nikah” itu ternyata gak cuma berlaku buat mantan,
tapi juga buat teman.
Ngobrol sama teman
yang udah nikah jadi beda rasanya. Kadang kamu serasa bicara sama dua orang
berbeda dalam satu badan yang sama.
Namanya juga suami-istri. Pikiran mereka pasti udah saling
terhubung satu sama lain dan saling mempengaruhi. Wajar aja tiap kamu ngobrol
sama dia kamu serasa ngobrol sama suami atau istrinya juga.
“Ntar pas mau pulang kita mampir martabak ya.”
“Gue kira lu gak suka martabak?”
“Iye, buat bini.”
“Widiiih…”
Ketika akhirnya
mereka punya anak, kamu diam-diam bertanya-tanya kapan bisa diberi anugerah
yang sama.
Rasanya seru melihat teman-temanmu sekarang bertransformasi
utuh menjadi seorang ayah atau ibu. Kebahagiaan mereka gak bisa ditahan-tahan
lagi, terpancar jelas di wajah dan kalimat mereka padamu. Kamu sedikit iri
melihat mereka sibuk menggendong anaknya, memberi susu, bermain-main sambil
bercanda dengannya. Gak pelak kamu bertanya-tanya kapan bisa diberi oleh Tuhan
anugerah yang sama. Tapi… mau bikin anak sama siapa…
Apa daya, sampai
sekarang aja kamu bahkan gak tahu mau malam Mingguan sama siapa…
Boro-boro mikir soal pasangan hidup. Kalau kamu ditanya mau
malam Mingguan sama siapa, kamu gak bakal tahu deh apa jawabannya. Ya gimana,
udah biasa banget Sabtu malam dihabiskan cuma masak mie instan, baca buku,
nonton film atau main kucing. Maaf, tidak biasa bersama manusia yang lain…
Orang-orang mulai
menginvestigasi kenapa sampai sekarang kamu masih sendiri. Ada yang nuduh kamu
pilih-pilih, padahal punya pilihan aja enggak…
“Jangan terlalu banyak milih makanya!”
Sepanjang kesadaranmu sih, kamu sudah berusaha menjaga hati
dan pikiran supaya terbuka. Kalau ada yang menghampiri, gak akan kamu tolak
kok, ya ladeni saja. Siapa tahu nyambung dan sama-sama nyaman juga ‘kan.
Sayangnya, entah kenapa sampai sekarang jarang banget ada yang menghampiri.
Sedih karena yang terjadi justru lebih sering sebaliknya: kamu menyimpan rasa
tapi gak dibalas sama orangnya…
Yang paling gak enak
adalah reuni. Mereka bawa anak-anaknya, kamu cuma bawa harapan beserta doa.
Saat reuni tentu kamu harus duduk semeja dengan teman-teman
yang sekarang sudah jadi ibu-ibu dan bapak-bapak. Masing-masing bawa anak-anak
mereka yang lucu-lucu, sementara kamu cukup bawa diri. Kalau ditanya “Sendiri
aja nih?” tinggal bilang “Gak, ini sama harapan dan doa…”
Harus diakui, kadang
hidup terasa monoton dan berputar di situ-situ aja.
Buat banyak orang, menikah adalah tahapan hidup yang lebih
penuh tanggung jawab, yang selanjutnya. Kadang ini bikin kamu yang belum
menikah merasa hidupmu stuck di situ-situ aja, gak berkembang ke arah yang
lebih dewasa. Saat temanmu yang sudah menikah sibuk bersih-bersih rumah karena
mau kedatangan mertua, kamu bisa santai-santai aja di kamar dan bangun siang.
Teman kamu sering update destinasi liburan weekend-nya bareng suami, kamu sih
lebih sering ke mall sendiri. Dalam hati kamu bertanya-tanya kapan saatnya kamu
bisa seperti mereka. Minta izin ke bos buat gak masuk kerja karena anak sakit,
bisa bilang “Iya nih, buat istri gue” pas beli martabak, nolak kongkow-kongkow
karena duit harus ditabung buat ngajak keluarga jalan-jalan.
Tapi, masih sendiri
bukan berarti kamu gak bertanggung jawab. Justru ini momen tepat untuk belajar
jadi lebih hebat.
Cuma karena kamu belum nikah, bukan berarti hidupmu harus
tanpa arah. Itu sih pemikiran yang salah! Memangnya kamu nggak bisa jadi orang
dewasa cuma gara-gara kamu single? Memangnya kamu gak bisa bertanggung jawab
cuma gara-gara belum jadi orangtua?
Gini-gini, ada enaknya juga sih masih bebas
dan sendirian. Saat mau memutuskan sesuatu, gak ada orang lain yang juga harus
dipikirkan.
Banyak orang yang udah ngebet nikah suka lupa, belum nikah
pun juga banyak nikmatnya. Kamu lebih bebas menentukan apa saja karena memang
belum hidup untuk berdua. Tiba-tiba pengen sesuatu, begitu punya duit ya
tinggal beli aja. Tiba-tiba pengen pergi ke tempat tertentu, nabung bentar,
urus cuti, kelarin tugas kuliah, pergi deh. Ada undangan kawinan? Ambil baju
paling bagus, dandan bentar, jangan lupa senyum, langsung cus!
Sebenarnya hidupmu sama hidup teman-teman yang udah nikah
tuh sama-sama aja kok. Ada sedihnya, banyak bahagianya, penuh momen-momen bikin
ngakaknya.
Kamu gak hidup di
sirkuit balap-balapan, menikah bukan soal cepat-cepatan. Dan pada jam dan detik
yang tepat nanti, kamu nggak perlu lagi cemas sendiri.
Ada orang yang memang mau nikah muda. Ada yang mau sama,
tapi jatuhnya gak muda-muda amat. Ada yang gak mau nikah muda dan memang baru
nikah setelah benar-benar dewasa. Ya udah, toh hidup bukan soal siapa yang bisa
cepat-cepatan menyalip. Tiap orang punya trek-treknya sendiri dan gak ada garis
finish yang harus buru-buru dilalui. Entah itu besok, bulan depan, atau 5 tahun
kemudian, akan tiba saatnya di mana kamu gak perlu khawatir lagi sendiri. Entah
karena memang sudah ada yang menemani, entah karena memang kamu nyaman dengan
hidup yang sudah kamu pilih ini.
Tenaaang. Semua itu udah ada yang ngatur. Percaya ‘kan?
0 komentar